Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Menu Bar

Selasa, 18 Maret 2014

PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN ANAK USIA SD/MI
DAN IMPLIKASINYA  BAGI PENDIDIKAN


Tugas Mata Kuliah
Pengembangan Analisis Karakteristik Pesrta Didik Dan Klinik Pembelajaran
Dosen : Drs. Ichsan, M.Pd






KELOMPOK 2

1. DARUL HIKMAH
2. FARIDA HIMAWATI
3. ISTI MAULIDAH
4. FARCHANI


PPG PGMI KELAS A

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALI JAGA YOGYAKARTA
TAHUN 2013/2014




KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah, Dzat yang menguasai semua mahluk dengan segala kebenaran-Nya. Dengan petunjuk dan pertolongan Nyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Perkembangan Kemandirian Anak Usia Sd/Mi Dan Implikasinya  Bagi Pendidikan ”, walau masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, baik mengenai isi maupun sistematika penyusunannya. Sebab sebagai manusia biasa, penulis tidak lepas dari salah dan lupa. Oleh karena itu, besar harapan kami atas tegur sapa dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun.
Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah limpahkan keharibaan junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan pelajaran, tuntunan dan suri tauladan kepada kita semua, sehingga kita dapat menuju jalan islam yang lurus dan penuh Ridha-Nya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari sempurna baik dari segi materi, sistematika pembahasan dll.
Karena kepada Allah jualah penulis memohon rahmat, taufik dan hidayah-Nya, semoga tulisan yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya serta semua pihak pada umumnya. Amin…..3x.

                                                 Yogyakarta, 25 Februari 2014
                                                 Penulis Kelompok 2





DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………... i
Daftar Isi …………………………………………………………………… ii
BAB I Pendahuluan ………………………………………………………..
A Latar Belakang  ………………………………………………… 1
B Tujuan Pembelajaran …………………………………………... 2
BAB II Pembahasan ………………………………………………………..
A Pengertian Kemandirian ………………………………………. 2
a. Tahap Perkembangan Kemandirian ……………………….
b. Bentuk –bentuk kemandirian ………………………………
c. Tingkat dan Karakteristik Kemandirian ……………………
d. Pentingnya Kemandirian Bagi Peserta didik ……………….
e. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Kemandairian ………………………………………………
3
4
8
10

11

B Upaya Perkembangan Kemandirian Peserta Didik dan Implikasinya Bagi Pendidikan
13
BAB III Penutup
A Kesimpulan …………………………………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 16






BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karakteristik perkembangan anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan anak yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini  seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya.
Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkemnbangan kemandirian sangat dipengaruhi oelh perubahan-perubahan fisik, yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan kongnitif yang memberikan pengertian logis tentang cara berfikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai dalam peran social melalui pengasuhan orang tua dan aktiviras individu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian  perkembangan kemandirian anak usia SD/MI?
2. Apakah Implikasinya bagi pendidikan ?










BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kemandirian
Istilah” kemandiriann ” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri” , maka pembahasan tentang kemandirian anak tidak bias lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah Self, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Kosep yang sering digunakan atau didekatkan dengan kemandirian adalah autonomy.
Menurut Chaplin (2002) autonomi merupakan kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bias memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kemandirian atau otonomi adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran , perasaan dan tindakan sendiri secara bebas dan berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan malu dan keragu-raguan.
Erikson (dalam Monks, dkk, 1989), menyatakan bahwa kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melaluli proses mencarai identitas atau ego, yaitu merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantab dan berdiri sendiri. Kemnadirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. Dengan otonomi tersebut, peserta didik diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian :
1) Suatau kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri.
2) Mampu mengambil keputusan dan inisiatif utuk mengatasi masalah yang dihadapi .
3) Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas- tugasnya.
4) Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya .

a. Tahap Perkemnagan Kemandirian
Kemandirian semakin berkembang pada setiap masa perkembangan seiring pertambahan usia dan pertambahan kemampuan. Perkembangan kemandirian tersebut diidentifikasikan pada usia 0 – 2 tahun; usia 2 – 6 tahun; usia 6 – 12 tahun; usia 12 – 15 tahun dan pada usia 15 – 18 tahun .
1) Usia 0 sampai 2 tahun :
Sampai usia dua tahun, anak masih dalam tahap mengenal lingkungannya, mengembangkan gerak-gerik fisik dan memulai proses berbicara. Pada tahap ini anak masih sangat bergantung pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
2) Usia 2 sampai 6 tahun :
Pada masa ini anak mulai belajar untuk menajdi manusia sosial dan belajar bergaul. Mereka mengembangkan otonominya seiring dengan bertambahnya berbagai kemampuan dan keterampilan seperti keterampilan berlari, memegang, melompat, memasang dan berkata-kata. Pada masa ini pula anak mulai dikenalkan pada toilet training, yaitu melatih anak dalam buang air kecil atau air besar.
3) Usia 6 sampai 12 tahun :
Pada masa ini anak belajar untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya secara mandiri dan bertanggung jawab. Pada masa ini anak belajar di jenjang sekolah dasar. Beban pelajaran merupakan tuntutan agar anak belajar bertanggung jawab dan mandiri.
4) Usia 12 sampai 15 tahun :
Pada usia ini anak menempuh pendidikan di tingkat menengah pertama (SMP). Masa ini merupakan masa remaja awal di mana mereka sedang mengembangkan jati diri dan melalui proses pencarian identitas diri. Sehubungan dengan itu pula rasa tanggung jawab dan kemandirian mengalami proses pertumbuhan.
5) Usia 15 sampai 18 tahun
Pada usia ini anak sekolah di tingkat SMA. Mereka sedang mempersiapkan diri menuju proses pendewasaan diri. Setelah melewati masa pendidikan dasar dan menengahnya mereka akan melangkah menuju dunia Perguruan Tinggi atau meniti karier, atau justru menikah. Banyak sekali pilihan bagi mereka. Pada masa ini mereka diharapkan dapat membuat sendiri pilihan yang sesuai baginya  tanpa tergantung pada orangtuanya. Pada masa ini orangtua hanya perlu mengarahkan dan membimbing anak untuk mempersiapkan diri dalam meniti perjalanan menuju masa depan.

b. Bentuk - Bentuk Kemandirian
Menurut Robert Havighurt (1972) membedakan atas kemandirian menjadi empat bentuk kemandirian, yaitu :
1) Kemandirian emosi
Yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi kepada orang lain.
2) Kemandirian ekonomi
Yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak ketergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain
3) Kemandirian Intelektual
Yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
4) Kemandirian Sosial
Yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi kepada orang lain yang tidak tergantung pada aksi orang lain .

Sementara itu, Steinberg (1995 : 289) membagi kemandirian dalam tiga tipe, yaitu kemandirian emosional (emotional autonomy), kemandirian behavioral (behavioral autonomy), dan kemandirian nilai (values autonomy) .

1. Kemandirian Emosional ( emotional autonomy)
Kemandirian emosional dapat diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengelola emosinya, seperti pemudaran ikatan emosional anak dengan orang tua. Percepatan pemudaran hubungan itu terjadi seiring dengan semakin mandirinya remaja dalam mengurus diri sendiri. Dalam analisis Berk (1994) konsekuensi dari semakin mampunya remaja mengurus dirinya sendiri maka waktu yang diluangkan orang tua terhadap anak semakin berkurang dengan sangat tajam. Proses ini sedikit besarnya memberikan peluang bagi remaja untuk mengembangkan kemandiriannya terutama kemandirian emosional. Disamping itu, hubungan antara anak dan lingkungan sebaya yang lebih intens dibanding dengan hubungan anak dengan orang tua menyebabkan hubungan emosional anak dan orang tua semakin pudar. Kedua pihak ini lambat laun akan mengendorkan simpul-simpul ikatan emosional infantil anak dengan orang tua (Steinberg, 1995 : 290). Namun ini bukan berarti anak akan mealukan pemberontakan terhadap orang tua, ini hanya masalah kedekatan yang berbeda, memudar bukan berarti pupus tak bersisa, walau bagaimanapun ikatan batin tetap akan terjalin antara anak dan orang tua.
Menurut Silverberg dan Steinberg (Steinberg, 1995 :291) ada empat aspek kemandirian emosional remaja, yaitu:

  1. Sejauh mana remaja mampu melakukan de-idealized terhadap orang tua,
  2. Sejauh mana remaja mampu memandang orang tua sebagai orang dewasa umumnya (parents as people),
  3. Sejauh mana remaja tergantung kepada kemampuannya sendiri tanpa mengharapkan bantuan emosional orang lain (non dependency), dan
  4. Sejauh mana remaja mampu melakukan individualisasi di dalam hubungannya dengan orang tua.


2. Kemandirian tingkah laku (behavioral automaty)
Kemandirian perilaku (behavioral autonomy) merupakan kapasitas individu dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan tanpa ada campur tangan dari orang lain. Tapi bukan berarti mereka tidak memerlukan masukan dari orang lain, mereka akan menggunakan maskukan tersebut sebagai referensi baginya dalam mengambil keputusan.
Menurut Steinberg (1993 : 296) ada tiga domain kemandirian perilaku(behavioral autonomy) yang berkembang pada masa remaja. Pertama, mereka memiliki kemampuan mengambil keputusan yang ditandai oleh
a. Menyadari adanya resiko dari tingkah lakunya,
b. Memilih alternatif pemecahan masalah didasarkan atas pertimbangan sendiri dan orang lain
c. Bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang diambilnya.

Kedua, mereka memiliki kekuatan terhadap pengaruh pihak lain yang ditandai oleh :
a. Tidak mudah terpengaruh dalam situasi yang menuntut konformitas,
b. Tidak mudah terpengaruh tekanan teman sebaya dan orang tua dalam mengambil keputusan,
c. Memasuki kelompok sosial tanpa tekanan.

Ketiga, mereka memiliki rasa percaya diri (self reliance) yang ditandai oleh :
a. Merasa mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah dan di sekolah,
b. Merasa mampu memenuhi tanggung jawab di rumah dan di sekolah,
c. Merasa mampu mengatasi sendiri masalahnya,
d. Berani mengemukakan ide atau gagasan.

3. Kemandirian Nilai (value autonomy)
Yakni Kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting  .
Kemandirian nilai (values autonomy) juga merupakan proses yang paling kompleks, tidak jelas bagaimana proses berlangsung dan pencapaiannya, terjadi melalui proses internalisasi yang pada lazimnya tidak disadari, umumnya berkembang paling akhir dan paling sulit dicapai secara sempurna dibanding kedua tipe kemandirian lainnya. Kemandirian nilai (values autonomy) yang dimaksud adalah kemampuan individu menolak tekanan untuk mengikuti tuntutan orang lain tentang keyakinan (belief) dalam bidang nilai  .

c. Tingkat dan Karakteristik Kemandirian
Sebagai dimensi psikologis yang kompleks, kemandirian dalam perkemnagannnya memiliki tingkatan–tingkatan. Perkembangan kemendirian seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan kemandirian tersebut. Lovinger (dalam Sunaryo Kartadinata, 1988), mengemukakan tingkatan kemandirian dan karaktristiknya, yaitu :

1) Tingkatan pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a) Peduli terhadap control dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
b) Mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistik;
c) Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype ).
d) Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum game.
e) Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.

2) Tingkatan kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a) Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan social.
b) Cenderung berpikir stereotype dan klise.
c) Peduli akan konformitas terhadap aturan ekternal.
d) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian
e) Menyamakan diri dalam ekpresi emosi dan kurangnya introspeksi
f) Perbedaan kelompok didasarkan atas cirri-ciri eksternal
g) Takut tidak diterima kelompok
h) Tidak sensitif terhadap keindividualan
i) Merasa berdosa jika melanggar.

3) Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a) Mampu berpikir alternative.
b) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi
c) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada
d) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah
e) Memikirkan cara hidup
f) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan

4) Tingkatan keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
b) Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan
c) Mampu melihat keragaman emosi,motif, dan perspektif diri sendiri mau-pun orang lain.
d) Sadar akan tanggung jawab.
e) Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
f) Peduli akan hubungan mutualistik.
g) Memiliki tujuan jangka panjang.
h) Cenderung melihat peristiwa dalam konteks social.
i) Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.

5) Tingkatan kelima, adalah tingkat individualistis. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
         a) Peningkatan kesadaran individualitas.
         b) Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan keter-gantungan.
         c) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
         d) Mengenal eksistensi perbedaan individual.
         e) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
         f) membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.
         g) Mengenal kompleksitas diri.
         h) Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.
6) Tingkatan keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a) Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
b) Cenderung besikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang lain.
c) Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan social.
d) Mampu mengintregrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
e) Toleran terhadap ambiguitas.
f) Peduli akan pemenuhan diri ( self-fulfilment ).
g) Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
h) Responsif terhadap kemandirian orang lain.
i) Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.
j) Mampu mengekpresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan  .

d. Pentingnya Kemandirian Bagi Pesrta Didik
Pengembangan kemandirian menjadi sangat penting karena dewasa ini semakin terlihat gejala-gejala negatif berikut ini:
1. Ketergantungan disiplin kepada kontrol dari luar dan bukan karena niat sendiri secara ikhlas. Dewasa ini rasanya semakin sulit menemukan kedisiplinan, baik di jalanan, di kantor, dan berbagai lembaga atas situasi lain yang memang muncul secara ikhlas dari dalam hati nurani yang bersih
2. Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup, baik lingkungan fisik maupun social. Gejala perusakan lingkungan, baik yang daoat diperbarui maupun tidak diperbarui semakin tak terkendali, yang penting mendapatkan keuntungan financial
3. Sikap hidup konformistis tanpa pemahaman dan kompromistis dengan mengorbankan prinsip. Kecenderungan untuk mematuhi dan menghormati orang lain semakin dilandasi bukan oleh hakikat kemanudiaan sejati melainkan hanya karena atribut-atribut sementara yang dimiliki oleh orang lain .
Gejala-gejala tersebut merupakan bagian kendala utama dalam memepersiapkan individu-individu yang mengarungi kehidupan masa mendatang yang semakin komples dan penuh tantangan. Oleh sebab itu, perkembnagan kemandirian peserta didik menuju kearah kesempurnaan menjadi sangat penting untuk dilakukan secara serius, sistematis dan terprogram.

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian
1) Gen atau keturunan orang tua.
Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya.
2) Umur
Anak mulai menampakkan perilaku mandiri pada sekitar usia dua sampai tiga tahun. Kemandirian pada usia kanak-kanak ditandai dengan adanya kemampuan anak untuk dapat makan sendiri, berpakaian sendiri dan ke kamar mandi sendiri. Anak nantinya akan tumbuh menjadi remaja dimana ketika usia remaja anak berusaha untuk lepas dari pengawasan orang tua dan mulai belajar memutuskan sendiri apa yang baik untuknya. Jadi dengan bertambahnya umur maka seseorang akan semakin tidak tergantung kepada orang lain dan mampu secara mandiri menentukan arah hidupnya sendiri.

3) Jenis kelamin
Perbedaan perlakuan yang diberikan oleh orang tua menyebabkan perbedaan terbentuknya kemandirian antara remaja putra dengan remaja putri. Perbedaan kemandirian remaja putra dan putri juga disebabkan karena adanya perbedaan stereotipe bahwa remaja putra dan remaja putri memiliki peranan yang berbeda di masyarakat. Menurut penelitan Kimmel (dalam Soetjipto, 1989) menunjukkan bahwa masyarakat menganggap remaja putri terlihat kurang mandiri daripada remaja putra karena remaja putri lebih dipandang lebih bersikap kurang percaya diri, tidak ambisius dan sangat tergantung. Berbeda dengan remaja putra yang dipandang lebih dominan, aktif, lebih percaya diri dan ambisius. Jadi perbedaan perlakuan dan stereotipe antara peran pria dan wanita di dalam kehidupan bermasyarakat membuat perbedaan dalam perkembangan kemandirian antara anak laki-laki dan perempuan.
4) Pola asuh orang tua.
Cara orang tua yang mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata “jangan“ kepada anak tanpa disertai penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.
5) Sistem pendidikan di sekolah.
Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengem-bangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman (punishment) juga dapat menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dam penciptaan kompetisi positif akan memperlancar perkembangan kemandirian anak.
6) Sistem kehidupan di masyarakat.
Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi anak dalam kegiatan produtif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi anak dalam bentuk berba-gai kegiatan, dan tidak terlalu hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian anak.
B. Upaya Pengembangan Kemandirian Peserta Didik dan Implikasinya Bagi Pendidikan
Di antara jenjang pendidikan, pendidikan di sekolah dasar merupakan jenjang yang mempunyai peranan sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pada jenjang pendidikan inilah kemampuan dan keterampilan dasar dikembangkan pada peserta didik, baik sebagai bekal untuk pendidikan lanjutan, maupun untuk terjun ke masyarakat. Perkembangan anak sekolah dasar merupakan tahapan perkembangan yang sangat penting, baik bagi perkembangan pendidikan, maupun perkembangan pribadi.
Kemandirian adalah kecakapan yang berkembang sepanjang rentang kehidupan individu, yang sangat dipengaruhi oleh factor-faktor pengalaman dan pendidikan . oelh sebab itu, pendidikan disekolah perlu dilakukan upaya upaya pengembangan kemandirian pesrta didik, diantaranya :
1. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai
2. Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah
3. Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan, mendorong rasa ingin tahu mereka
4. Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lain
5. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak .



1 komentar: